widgeo.net

Sabtu, 01 Februari 2014

TEORI-TEORI KOMITMEN ORGANISASIONAL




1.1.    Komitmen Organisasional
2.2.1Pengertian Komitmen Organisasional

Porter, et al. (1974) dalam Panggabean (2004:135) menyatakan bahwa komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, Becker (1960) dalam Panggabean (2004:135) menggambarkan komitmen sebagai kecenderungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain. Porter, et al. (1982) dalam http://ndrikerik.blogspot.com/ 2011/12/komitmen-organisasional.html. diakses tanggal (20/09/2013) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dalam tiga hal, yaitu :
1.    Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2.    Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.
3.    Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi.
Robbins (2001) dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 25529/3/chapter%2011.pdf diakses tanggal (20/09/2013) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut. Komitmen pada organisasi yang tinggi dapat diartikan bahwa pemihakan pegawai (loyalitas) pada organisasi yang mempekerjakannya adalah tinggi. Robbins dan Judge (2009:100) dalam Angelica, Cahyani, dan Rosyid (2009:100) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan pegawai tersebut dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Dari definisi-definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah tingkat kepercayaan di mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat untuk memelihara dan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

2.2.2.    Manfaat Komitmen Organisasional
Juniarari (2011) dalam http://juniarari.blogspot.com/2011/11/komitmen-organisasi.html diakses tanggal (20/09/2013) mengatakan bahwa manfaat dengan adanya komitmen dalam organisasi adalah sebagai berikut :
1.    Para pekerja yang benar-benar menunjukkan komitmen tinggi terhadap organisasi mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam organisasi.
2.    Memiliki keinginan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisasi yang sekarang dan dapat terus memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan.
3.    Sepenuhnya melibatkan diri pada pekerjaan mereka, karena pekerjaan tersebut adalah mekanisme kunci dan saluran individu untuk memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi.

2.2.3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen kerja pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Steers, et al. (1983) dalam http: //repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25529/3/Chapter%20II.pdf. diakses tanggal (20/09/2013) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap instansi menjadi empat kategori, yaitu :
1.    Karakteristik Personal
Pengertian karakteristik personal mencakup : usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian.
2.    Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan meliputi, kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan.


3.    Karakteristik Struktural
Faktor-faktor yang tercakup dalam karateristik struktural antara lain ialah derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam instansi.
4.    Pengalaman Bekerja
Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis pegawa terhadap instansi.
David (2003) dalam http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=146940 diakses tanggal (20/09/2013) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen kerja terhadap organisasi, yaitu :
1.    Faktor personal, misalkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll.
2.    Karakteristik pekerjaan, misalkan lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
3.    Karakteristik struktur, misalkan besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti: sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap pegawai.
4.    Pengalaman kerja, pengalaman kerja pegawai sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen pegawai pada instansi. Pegawai yang baru beberapa tahun bekerja dan pegawai yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
Stum (2008) dalam http://journal.uad.ac.id/index. php/EMPATHY/article /download/1600/950. diakses tanggal (20/09/2013) mengemukakan ada lima faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasional, yaitu : budaya keterbukaan, kepuasan kerja, kesempatan personal untuk berkembang, arah organisasi, dan penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Young, et al. (2008) dalam http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/06/komitmen-organisasi. html diakses tanggal (20/09/2003) mengemukakan ada delapan faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional, yaitu : kepuasan terhadap promosi, karakteristik pekerjaan, komunikasi, kepuasan terhadap kepemimpinan, pertukaran ekstrinsik, pertukaran intrinsik, imbalan intrinsik, dan imbalan ekstrinsik.

2.2.4.    Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasional
Kanter (1986) dalam http://lukmancoroners.blogspot.com/2010/06/ komitmen-organisasi.html. diakses tanggal (20/09/2013), mengemukakan ada tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu :
1.    Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2.    Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena pegawai percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.
3.    Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkan para anggota.
Allen dan Meyer (1990) dalam Panggabean (2004:135)  mendefinisikan komitmen organisasional sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga dimensi, yaitu :
1.    Affective commitment, adalah tingkat seberapa jauh seorang pegawai secara emosi terikat, mengenal dan terlibat dalam organisasi.
2.    Continuance commitment, adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi.
3.    Normative commitment, merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi pegawai dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti, kesetiaan, afektif, kehangatan, pemilikan, kebanggan kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain.
Secara khusus, Meyer, et al. (1993) dalam Panggabean (2004:135-136)  mengemukakan bahwa pegawai yang memiliki affective commitment yang tinggi tetap tinggal karena pegawai menginginkannya. Pegawai yang memiliki normative commitment atau moral tetap tinggal karena pegawai merasa seharusnya melakukannya demikian, dan mereka yang memiliki continuance commitment yang tinggi tetap tinggal karena pegawai merasa memerlukannya.
Robbins dan Judge (2009:99) dalam Angelica, Cahyani, dan Rosyid (2009:99) membagi komitmen organisasional menjadi tiga dimensi, yaitu :
1.    Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilai.
2.    Komitmen Berkelanjutan (continuance commitment), nila ekonomi yang dirasa dan bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
3.    Komitmen Normatif (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.

2.2.5.    Proses Terjadi Komitmen Organisasional
Bashaw dan Grant (2008) dalam http://library.binus.ac.id/ eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00235-MN%20Bab2001.pdf. diakses tanggal (20/09/2013) menjelaskan bahwa komitmen pegawai terhadap organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi. Komitmen organisasional timbul secara bertahap dalam diri pribadi pegawai. Berawal dari kebutuhan pribadi terhadap organisasi, kemudian beranjak menjadi kebutuhan bersama dan rasa memiliki dari para anggota (pegawai) terhadap organisasi.
Wursanto (2005) dalam http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/ Bab2/2012-1-00235-MN%20Bab2001.pdf. diakses tanggal (20/09/2013), mengemukakan bahwa rasa memiliki dari para anggota terhadap kelompok, dapat dilihat dalam hal-hal berikut ini :
1.    Ada loyalitas dari para anggota terhadap anggota lain.
2.    Ada loyalitas para anggota terhadap kelompok.
3.    Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para anggota baik moril maupun material demi kelangsungan hidup kelompok.
4.    Ada rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut mendapat nama baik dari masyarakat.
5.    Ada letupan emosional/amarah dari para anggota apabila kelompok mendapatkan celaan, baik itu dilakukan oleh individu maupun kelompok lain.
6.    Ada niat baik dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga nama baik kelompok dalam keadaan apapun.
Setelah rasa ingin memiliki dari setiap anggota kelompok mulai tumbuh dan berkembang maka tumbuhlah suatu kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari para anggota organisasi yang harus ditaati oleh setiap anggota. Wursanto (2005) dalam http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00235-MN%20Bab2001.pdf. diakses tanggal (20/09/2013), mengemukakan kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari anggota itu meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.    Kesepakatan bersama terhadap tujuan yang akan dicapai.
2.    Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.    Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota maupun kelompok. Aturan-aturan tersebut dapat bersifat tertulis maupun tak tertulis.
4.    Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai sarana yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan tersebut.

2.2.6.    Ciri-Ciri Komitmen Organisasional
Michaels (2003) dalam http://library.binus.ac.id/eColls/e Thesisdoc/ Bab2/2012-1-00235-MN%20Bab2001.pdf. diakses tanggal (20/09/2013), ciri-ciri komitmen organisasi dijelaskan sebagai berikut :
1.    Ciri-ciri komitmen pada pekerjaan : menyenangi pekerjaan, tidak pernah meilhat jam untuk segera bersiap-siap pulang, mampu berkonsentrasi pada pekerjaan, tetap memikirkan pekerjaan walaupun tidak bekerja.
2.    Ciri-ciri komitmen dalam kelompok : sangat memperhatikan bagaimana orang lain bekerja, selalu siap menolong teman kerja, selalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerja, memperlakukan teman kerja sebagai keluarga, selalu terbuka pada kehadiran teman kerja baru.
3.    Ciri-ciri komitmen pada organisasi antara lain : selalu berupaya untuk mensukseskan organisasi, selalu mencari informasi tentang kondisi organisasi, selalu mencoba mencari komplementaris antara sasaran organisasi dengan sasaran pribadi, selalu berupaya untuk memaksimalkan kontribusi kerja sebagai bagian dari usaha organisasi keseluruhan, menaruh perhatian pada hubungan kerja antar unit organisasi, berpikir positif pada kritik teman-teman, menempatkan prioritas di atas departemen, tidak melihat organisasi lain sebagai unit yang lebih baik, memiliki keyakinan bahwa organisasi tersebut memiliki harapan untuk berkembang, berpikir positif pada pimpinan puncak organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar