Senin, 17 Februari 2014

TEORI-TEORI KECERDASAN EMOSIONAL



2.2.
2.2.1.    Pengertian Kecerdasan Emosional
Robbins dan Judge (2009:335) mendefinisikan kecerdasan emosional (emotional intelligence-EI) sebagai kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1998 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:2). Masaong dan Tilomi (2011:69) secara sederhana kecerdasan emosional diartikan sebagai kegunaan emosi secara cerdas. Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi (Cooper dan Sawaf, 2002 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69). Kecerdasan emosional diartikan sebagai suatu instrumen untuk menyelesaikan masalah dengan rekan kerja, membuat kesepakatan dengan pelanggan yang rewel, mengkritik atasan, menyelesaikan tugas sampai selesai, dan dalam berbagai tantangan lain yang dapat merusak kesuksesan (Weisinger, 2006 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69). Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk "mendengarkan" bisikan emosional, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan (Ginanjar, 2003 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69).
Dari definisi-definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi untuk menyelesaikan masalah demi mencapai sebuah tujuan.

2.2.2.    Dimensi dan Indikator Kecerdasan Emosional
Higgs dan Dulewicz. (2002) dalam Rees dan McBain, et al. (2007:171), mengidentifikasi tujuh elemen yang membentuk kecerdasan emosional seseorang, yaitu :
1.    Kesadaran diri – kesadaran terhadap perasaan sendiri dan kemampuan untuk mengenali dan mengelola perasaan itu.
2.    Elastisitas emosional – kemampuan untuk berkinerja secara baik dan konsisten di berbagai situasi dan tekanan.
3.    Motivasi – dorongan dan energi yang ada pada diri untuk mencapai hasil, menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang dan mengupayakan cita-cita diri walaupun menghadapi aneka tantangan dan penolakan.
4.    Sensitivitas antarpribadi – kemampuan untuk merasakan kebutuhan dan perasaan orang lain dan untuk menggunakan kemampuan itu secara efektif dalam berinteraksi dengan pegawai dan dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pegawai.
5.    Pengaruh – kemampuan untuk membujuk orang lain agar mengubah sudut pandang terhadap suatu masalah, persoalan, atau keputusan.
6.    Tanggap – kemampuan utntuk menggunakan wawasan dan interaksi untuk sampai pada, dan menerapkan keputusan saat dihadapkan dengan informasi yang ambigu atau tidak lengkap.
7.    Tanggung jawab dan integritas – kemampuan untuk menunjukkan komitmen terhadap suatu tindakan saat menghadapi tantangan, dan untuk bertindak secara konsisten dan sesuai dengan persyaratan etika yang dipahami.
Dalam praktiknya terdapat pandangan yang berlainan mengenai hakikat kecerdasan emosional (EI), sebagian seperti Salovey dan Mayer (1990) dalam Rees dan McBain (2007:171) memandang (EI) sebagai suatu kemampuan, seperti IQ, yang susah diubah. Sebagian lagi, seperti Goleman (1996) dalam Rees dan McBain (2007:171) memandang EI sebagai sebagai seperangkat kompetensi yang bisa dipahami sebagaimana memahami kerangka kompetensi lainnya.
Komponen kecerdasan emosional atau kerangka kerja kecakapan emosi menurut Goleman (2005) dalam Masaong dan Tilomi (2011:71-72) terdapat lima dimensi, yaitu:
1.    Kesadaran diri atau pengenalan diri pada dasarnya dimensi untuk mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya dan institusi, seperti : kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri.
2.    Pengaturan diri atau pengendalian diri memberi tekanan untuk mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri, seperti : kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi.
3.    Motivasi, yaitu kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peralihan sasaran, seperti : dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
4.    Empati merupakan kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, seperti : memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis.
5.    Keterampilan sosial, yaitu kepandaian dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain, seperti : pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim.
Robbins dan Judge (2009:335) batasan atas dimensi kecerdasan emosional terdiri dari lima dimensi, yaitu :
1.    Kesadaran diri – sadar atas apa yang dirasakan diri sendiri.
2.    Manajemen diri – kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan diri sendiri.
3.    Motivasi – kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.
4.    Empati – kemampuan untuk dapat memahami diri sendiri maupun memahami orang lain
5.    Keterampilan sosial – kemampuan menangani emosi-emosi orang lan.

2.2.3.    Manfaat Kecerdasan Emosional
Menurut Masaong dan Tilomi (2011:75-76) berpendapat bahwa kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi akan sangat bermanfaat dan berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup yang lebih baik sehingga kehidupan ini dapat memberi nilai yang tak terduga. Berikut ini manfaat dari kecerdasan emosional (EQ) :
1.    Mengatasi Stres
Stres merupakan tekanan yang timbul akibat beban hidup dan dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi terhadap stres merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan situasi penuh tekanan. Orang yang cerdas secara emosional mampu menghadapi kesulitan hidup dengan kepala tegak, tegar, dan tidak hanyut oleh emosi yang kuat.
2.    Mengendalikan Dorongan Hati (Menahan Diri)
Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar di masa yang akan datang.
3.    Mengelola Suasana Hati
Merupakan kemampuan emosional yang meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan gelisah yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Aristoteles mengatakan bahwa marah itu mudah akan tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dengan cara yang tepat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi.
4.    Dapat Memotivasi Diri
Orang yang mampu memotivasi diri sendiri akan cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun yang dihadapi. Ada begitu banyak cara dalam memotivasi diri sendiri antara lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, tetap fokus pada impian, mengevaluasi diri, dan terus melakukan intropeksi diri.
5.    Memiliki Kemampuan Sosial
Orang yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Seseorang yang memiliki kemampuan sosial dapat bergaul, menyenangkan, dan tenggang rasa terhadap orang lain.
6.    Mampu Memahami Orang Lain
Menyadari dan menghargai orang lain adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini disebut dengan empati. Keuntungan yang didapatkan dari memahami orang lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.

2.2.4.    Karakteristik Kecerdasan Emosional
Patton (2002) dalam Mangkunegara (2008:173) mengemukakan ada delapan karakteristik kecerdasan emosional yang perlu dimiliki, yaitu : kesabaran, keefektifan, pengendalian dorongan, paradigma, ketetapan hati, pusat jiwa, temperamen, dan kelengkapan.

2.2.5.    Mengetahui Emosi
Mangkunegara (2008:174) mengatakan bahwa kemampuan untuk mengetahui emosi dengan cara antara lain :
1.    Mengetahui cetusan temperamen dan berusaha menghindari arus tidak sehat.
2.    Menghentikan membenci, karena tidak mungkin mengarahkan perasaan negatif secara efektif.
3.    Mempelajari cara-cara yang lebih baik untuk merespon tekanan-tekanan.

2.2.6.    Mengelola Emosi
Patton (2002) dalam Mangkunegara (2008:174) menjelaskan cara mengelola emosi yaitu :
1.    Belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu emosi dan respon apa yang biasa diberikan.
2.    Belajar dari kesalahan.
3.    Belajar membedakan segala hal di sekitar yang dapat memberikan pengaruh dan yang tidak memberikan pengaruh. Dengan demikian akan memperoleh keharmonisan batin yang lebih baik.
4.    Belajar untuk selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan agar dapat mengendalikan emosi.
5.    Belajar mencari kebenaran.
6.    Belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan suatu masalah.
7.    Belajar menggunakan kekuatan dan sekaligus kerendahan hati. Jangan merendahkan diri dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar