2.2.
2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Robbins
dan Judge (2009:335) mendefinisikan kecerdasan emosional (emotional intelligence-EI) sebagai kemampuan seseorang untuk
mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi emosional. Kecerdasan
emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1998 dalam
Masaong dan Tilomi, 2011:2). Masaong dan Tilomi (2011:69) secara sederhana
kecerdasan emosional diartikan sebagai kegunaan emosi secara cerdas. Kecerdasan
emosional didefinisikan sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan secara
efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh manusiawi (Cooper dan Sawaf, 2002 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69). Kecerdasan emosional
diartikan sebagai suatu instrumen untuk menyelesaikan masalah dengan rekan
kerja, membuat kesepakatan dengan pelanggan yang rewel, mengkritik atasan,
menyelesaikan tugas sampai selesai, dan dalam berbagai tantangan lain yang
dapat merusak kesuksesan (Weisinger, 2006 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69).
Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk "mendengarkan"
bisikan emosional, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting
untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan
(Ginanjar, 2003 dalam Masaong dan Tilomi, 2011:69).
Dari
definisi-definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh
manusiawi untuk menyelesaikan masalah demi mencapai sebuah tujuan.
2.2.2. Dimensi dan Indikator Kecerdasan
Emosional
Higgs
dan Dulewicz. (2002) dalam Rees dan
McBain, et al. (2007:171),
mengidentifikasi tujuh elemen yang membentuk kecerdasan emosional seseorang,
yaitu :
1.
Kesadaran
diri – kesadaran terhadap perasaan sendiri dan kemampuan untuk mengenali dan
mengelola perasaan itu.
2.
Elastisitas
emosional – kemampuan untuk berkinerja secara baik dan konsisten di berbagai
situasi dan tekanan.
3.
Motivasi
– dorongan dan energi yang ada pada diri untuk mencapai hasil, menyeimbangkan
tujuan jangka pendek dan jangka panjang dan mengupayakan cita-cita diri
walaupun menghadapi aneka tantangan dan penolakan.
4.
Sensitivitas
antarpribadi – kemampuan untuk merasakan kebutuhan dan perasaan orang lain dan
untuk menggunakan kemampuan itu secara efektif dalam berinteraksi dengan
pegawai dan dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi pegawai.
5.
Pengaruh
– kemampuan untuk membujuk orang lain agar mengubah sudut pandang terhadap
suatu masalah, persoalan, atau keputusan.
6.
Tanggap
– kemampuan utntuk menggunakan wawasan dan interaksi untuk sampai pada, dan
menerapkan keputusan saat dihadapkan dengan informasi yang ambigu atau tidak
lengkap.
7.
Tanggung
jawab dan integritas – kemampuan untuk menunjukkan komitmen terhadap suatu
tindakan saat menghadapi tantangan, dan untuk bertindak secara konsisten dan
sesuai dengan persyaratan etika yang dipahami.
Dalam
praktiknya terdapat pandangan yang berlainan mengenai hakikat kecerdasan
emosional (EI), sebagian seperti
Salovey dan Mayer (1990) dalam Rees dan McBain (2007:171) memandang (EI)
sebagai suatu kemampuan, seperti IQ, yang susah diubah. Sebagian lagi, seperti
Goleman (1996) dalam Rees dan McBain (2007:171) memandang EI sebagai sebagai seperangkat kompetensi yang bisa dipahami
sebagaimana memahami kerangka kompetensi lainnya.
Komponen
kecerdasan emosional atau kerangka kerja kecakapan emosi menurut Goleman (2005)
dalam Masaong dan Tilomi (2011:71-72) terdapat lima dimensi, yaitu:
1.
Kesadaran
diri atau pengenalan diri pada dasarnya dimensi untuk mengetahui kondisi diri
sendiri, kesukaan, sumber daya dan institusi, seperti : kesadaran emosi,
penilaian diri secara teliti dan percaya diri.
2.
Pengaturan
diri atau pengendalian diri memberi tekanan untuk mengelola kondisi, impuls,
dan sumber daya diri sendiri, seperti : kendali diri, sifat dapat dipercaya,
kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi.
3.
Motivasi,
yaitu kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peralihan sasaran,
seperti : dorongan prestasi, komitmen, inisiatif dan optimisme.
4.
Empati
merupakan kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain,
orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, seperti : memahami orang lain,
orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan
kesadaran politis.
5.
Keterampilan
sosial, yaitu kepandaian dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang
lain, seperti : pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan,
kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim.
Robbins
dan Judge (2009:335) batasan atas dimensi kecerdasan emosional terdiri dari
lima dimensi, yaitu :
1.
Kesadaran
diri – sadar atas apa yang dirasakan diri sendiri.
2.
Manajemen
diri – kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan diri sendiri.
3.
Motivasi
– kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.
4.
Empati
– kemampuan untuk dapat memahami diri sendiri maupun memahami orang lain
5.
Keterampilan
sosial – kemampuan menangani emosi-emosi orang lan.
2.2.3.
Manfaat
Kecerdasan Emosional
Menurut
Masaong dan Tilomi (2011:75-76) berpendapat bahwa kecerdasan emosional (EQ)
yang tinggi akan sangat bermanfaat dan berpengaruh pada peningkatan kualitas
hidup yang lebih baik sehingga kehidupan ini dapat memberi nilai yang tak
terduga. Berikut ini manfaat dari kecerdasan emosional (EQ) :
1.
Mengatasi
Stres
Stres merupakan tekanan yang timbul
akibat beban hidup dan dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi terhadap stres
merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan situasi penuh
tekanan. Orang yang cerdas secara emosional mampu menghadapi kesulitan hidup
dengan kepala tegak, tegar, dan tidak hanyut oleh emosi yang kuat.
2.
Mengendalikan
Dorongan Hati (Menahan Diri)
Merupakan karakteristik emosi untuk
menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa
sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar di masa
yang akan datang.
3.
Mengelola
Suasana Hati
Merupakan kemampuan emosional yang
meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan
gelisah yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang
menjengkelkan. Aristoteles mengatakan bahwa marah itu mudah akan tetapi untuk
marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dengan cara
yang tepat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi.
4.
Dapat
Memotivasi Diri
Orang yang mampu memotivasi diri
sendiri akan cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun yang
dihadapi. Ada begitu banyak cara dalam memotivasi diri sendiri antara lain
dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, tetap fokus pada
impian, mengevaluasi diri, dan terus melakukan intropeksi diri.
5.
Memiliki
Kemampuan Sosial
Orang yang cerdas secara emosi mampu
menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Seseorang yang memiliki kemampuan
sosial dapat bergaul, menyenangkan, dan tenggang rasa terhadap orang lain.
6.
Mampu
Memahami Orang Lain
Menyadari dan menghargai orang lain adalah hal
terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini disebut dengan empati. Keuntungan yang didapatkan dari memahami orang lain
adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang
lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
2.2.4.
Karakteristik
Kecerdasan Emosional
Patton
(2002) dalam Mangkunegara (2008:173) mengemukakan ada delapan karakteristik
kecerdasan emosional yang perlu dimiliki, yaitu : kesabaran, keefektifan,
pengendalian dorongan, paradigma, ketetapan hati, pusat jiwa, temperamen, dan
kelengkapan.
2.2.5.
Mengetahui
Emosi
Mangkunegara
(2008:174) mengatakan bahwa kemampuan untuk mengetahui emosi dengan cara antara
lain :
1.
Mengetahui
cetusan temperamen dan berusaha menghindari arus tidak sehat.
2.
Menghentikan
membenci, karena tidak mungkin mengarahkan perasaan negatif secara efektif.
3.
Mempelajari
cara-cara yang lebih baik untuk merespon tekanan-tekanan.
2.2.6.
Mengelola
Emosi
Patton
(2002) dalam Mangkunegara (2008:174) menjelaskan cara mengelola emosi yaitu :
1.
Belajar
mengidentifikasi apa biasanya yang memicu emosi dan respon apa yang biasa
diberikan.
2.
Belajar
dari kesalahan.
3.
Belajar
membedakan segala hal di sekitar yang dapat memberikan pengaruh dan yang tidak
memberikan pengaruh. Dengan demikian akan memperoleh keharmonisan batin yang
lebih baik.
4.
Belajar
untuk selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan agar dapat
mengendalikan emosi.
5.
Belajar
mencari kebenaran.
6.
Belajar
memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan suatu masalah.
7.
Belajar
menggunakan kekuatan dan sekaligus kerendahan hati. Jangan merendahkan diri dan
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar